Selasa, 31 Maret 2015

JODOH




Dik Ai, tolong pengertiannya  tulis Aryo pada layar Handphonenya kemudian jempolnya menekan tombol send.
Di tempat yang berbeda, seorang gadis duduk sambil memegang handphonenya. Membaca sebuah pesan yang barus aja masuk. Terlihat tetesan air matanya. Hatinya gundah. Antara kecintaannya pada seorang pemuda atau baktinya pada orang tua.
Masih terpampang jelas dalam ingatannya, ketika Ayah dan ibunya menghadirkan sosok pemuda dihadapannya.
“Ai, ini Nak Imron, putra sahabat ayah waktu SMA dulu”

Singkat perkenalan itu, tapi setelah itu Ayah dan ibunya seolah kompak selalu menghadirkan Imron di rumah walau hanya untuk sekedar makan malam. Awalnya Aisyah mengira itu hanya untuk mempererat tali silaturahmi antar keluarga. Tapi lama kelamaan Aisyah ngeh juga, kalau sebenarnya itu adalah skenario untuk perjodohannya.
Andai Aisyah belum merajut harapan bersama Aryo, mungkin dia akan lebih bisa menerima kehadiran Imron. Pemuda itu juga  kelihatannya sholeh, wajahnya juga tidak bisa dibilang jelek. Tapi sejak SMS nyasar setahun yang lalu, hati Aisyah sudah bersama Aryo.
Assalamu’alaikum, Jangan lupa sholatnya ya dek, trus berdoa, A’ Aryo jangan lupa didoain juga ya Handphone Aisyah bergetar tanda SMS masuk. Dari nomor yang tak dikenal. Tapi karena ajakan baik, maka dibalasnya.
Ini dari siapa y ? tapi makasih telah mengingatkan
Eh, maaf, salah sambung, saya mau kirim buat adek saya. Perkenalkan saya Aryo, kalau boleh tahu ini siapa ya?
Sejak itulah akhirnya Aisyah dekat dengan Aryo. Walaupun belum pernah bertemu secara langsung tapi antara keduanya sudah klik. Berlanjut saling kirim SMS, telpon sampai kirim foto. Sampai akhirnya Aisyah meminta Aryo segera mengukuhkan hubungan dengan menikah atau bertunangan karena di rumah ayah dan ibunya sudah mulai membicarakan masalah pernikahan. Aryo yang masih menyelesaikan S2 nya berjanji setelah skripsi dia dan keluarganya akan segera melamar Aisyah. Tapi sebelum Aryo datang melamar Ai,  ayah dan ibunya menghadirkan Imron untuk Aisyah yang dikira tidak punya kenalan seorang pemuda.
“Ai, kurang apalagi nak Imron,  sudah ganteng soleh pula. Bibit, bebet dan bobotnya juga baik”  kata ibunya saat  mereka sekeluarga makan malam.
“Ayah juga sudah kenal baik sama keluarganya” sambung ayahnya
Aisyah hanya diam membisu.
“Kamu mau sampai kapan  melajang terus ? umur kamu sudah mencukupi untuk menikah sayang, tidak inginkah kamu mengikuti sunnah Rasul ?” lanjut ibunya lagi
Aisyah nampak gelisah, ada sesuatu yang ingin ia katakan, tapi terasa tertahan
“Apa kamu sudah mempunyai calon lain ?”
Inilah pertanyaan yang Aisyah tunggu. Ini kesempatannya untuk menjelaskan kepada ayah dan ibunya tentang Aryo. Aisyah tak mau menyia-nyiakannya
“Ayah, Ibu. Sebenarnya Ai sudah punya pilihan” mulai Aisyah pelan
“Siapa ?” berbarengan ayah dan ibu bertanya
“Pemuda yang Aisyah sendiri belum pernah ketemu, tapi Aisyah sudah sangat mengenalnya” lanjut Aisyah
“Aisyah, kalau kamu belum pernah melihat orangnya, bagaimana kamu bisa mengenalnya ?” tanya Ayah
Aisyah mulai menceritakan perihal Aryo dari awal sampai akhir, dari penyebab mereka kenalan sampai mereka yang saling berjanji untuk menanti.
“Dia anak mana, siapa orang tuanya ?” tanya ayah, ada kata tidak setuju dalam nadanya.
Aisyah diam. Telinganya bisa menangkap nada tidak senang dalam suara ayah. Harus pintar-pintar menjawab agar ayahnya tidak berburuk sangka.
“Dia  anak Jakarta juga ayah, walau Ai tidak tahu siapa orang tuanya, tapi dia anak yang baik”
“Halah !! siapa tahu dia pembohong, kamu kan hanya kenal lewat SMS”  Ayah menyahut dengan suara tinggi. Tak biasanya ayah begini.
“Ayah, jangan marah dulu, mungkin Ai benar” sahut ibunya
“Mau ditaruh dimana muka Ayah, bu ? kalau sampai Ai tidak mau sama Imron tapi dapatnya anak tak ada jati dirinya. Pemuda amburadul !! Pokoknya besok setelah lebaran kamu menikah dengan imron !! Titik !!” sahut ayah berang
Aisyah hanya mampu menangis. Tak menyangka reaksi ayah sedemikian hebat.
“Sudah Aisyah, kamu masuk kamar dulu sana, biar ibu yang bicara sama ayah” suruh ibunya.
Aisyah hanya menurut saja. Di dalam  kamarnya ditumpahkan semua beban di hatinya. Ya Allah, kalau benar Aryo adalah adalah imamku, permudahkanlah jalan kami untuk bersatu. Namun jika Imronlah yang engkau ciptakan untuk menjadi imamku, buat aku dan Aryo menerima semua ini dengan ikhlas.Amin.
“Tok..tok..., buka sayang, ini ibu” terdengar suara dibalik pintu kamarnya. Aisyah bangkit dan  membuka pintu.
“Sayang, menurutlah sama Ayah, menikahlah dengan Imron. Ayah sudah terlanjur bilang sama orangtua Imron kalau mau besanan” bujuk ibunya
“Tapi bu…..”

“Ibu tahu Nak Aryo pasti  juga pemuda yang baik, tapi kita lebih tahu bibit, bebet dan bobotnya Nak Imron. Kami sebagai orangtua masih punya tanggungjawab dengan masa depanmu. Percayalah, Ayah dan Ibu tak akan salah memilih buat kamu” bujuk ibunya lagi.
“Tapi Bu, kasihlah kesempatan buat Aryo”
“Ya sudah, jangan sedih lagi, nanti ibu bicara sama Ayah”
****
“Tidak !! Kita tidak tahu asal usulnya Bu” sahut Ayah ketika ibu menyampaikan keinginan Aisyah. “Kita punya tanggung jawab dengan masa depan Asiyah bu, anak kita satu-satunya. Nanti kalau Aryo tidak bertanggung jawab dengan Aisyah, siapa  yang akan disalahkan, siapa yang akan rugi ?”
“Iya Yah,  tapi biarkan anak kita memilih, dia sudah dewasa. Setidaknya kita bisa mengajarkan tanggungjawab atas pilihannya”
“Ya sudah, seminggu setelah lebaran, keluarga Imron datang melamar, kalau Aryo datang sebelum hari itu dan menunjukkan pemuda yang pantas buat Aisyah, kita terima dia”
*****
Ada sebersit harapan di hati Aisyah saat ibunya menyampaikan keputusan ayah. Segera berita bahagia itu disampaikan kepada Aryo. Tapi Aryo tidak bisa pulang sebelum hari itu, hari dimana keluarga Imron datang melamar. Dia baru terbang dari  Jepang seminggu setelah lebaran, setelah semua urusannya selesai.
Lamunan Aisyah buyar, handphone yang digenggamnya kembali bergetar,
De’, A' Aryo minta maaf kalau buat De’ Ai sedih. Tapi Aa’ sudah berusaha, dan paling cepat Aa’ pulang seminggu setelah lebaran. A’ Aryo janji nanti lansung menuju rumah adek begitu sampai Indonesia. Ayah ibu A Aryo sudah menyetujui
Aisyah bingung. Dia takut kalau dihari itu keluarga Imron sudah datang. Tapi dia yakin Allah tahu yang terbaik buat hamba-hambaNya.
Terserah A’ Aryo aja, tapi nanti jika keluarga pemuda itu  datang duluan, jangan salahkan Ai kalau tidak bisa berbuat apa-apa balas Ai
Yakinlah De’, Allah tahu yang terbaik untuk kita. Nanti jika pemuda itu datang duluan mungkin kita tidak berjodoh. Setidaknya kita sudah berusaha De’, apa hasil dari usaha kita itu rahasia Allah.
****
Hari yang ditentukan sudah tiba. Sejak beberapa hari terakhir ini Aryo tidak kirim pesan apapun. Hal itu semakin membuat Aisyah bimbang. Di dalam kamarnya dibulatkan tekadnya untuk menerima Imron. Mungkin benar, Aryo bukan  jodohnya. Aisyah mulai mencari kebaikan-kebaikan Imron untuk membangkitkan simpatinya.
Hari sudah menjelang sore, keluarga Aisyah mempersiapkan segala sesuatu untuk tamu yang akan datang. Tentunya saja untuk menyambut keluarga Imron.
“Gimana Ai, Aryo kamu datang tidak ?” tanya ibunya
“Mungkin tidak bu, sudah tiga hari ini A’ Aryo tidak pernah kirim pesan apa-apa” sahut Ai sambil cemberut memeluk guling
“Ya sudah, mungkin Aryo bukan jodoh kamu. Sudah kamu mandi sana, bantu-bantu ibu di dapur” kata ibunya sambil keluar dari kamar
“Bu....” panggil Aisyah
Ibunya membalikkan badan ”Ada apa sayang ?”
“Jam berapa keluarga Imron kesini Bu ?”
“Abis Isya’, mungkin setengah delapan, ada yang ditanyain lagi ?”
Aisyah hanya menggeleng
“Ya sudah, Ibu ke dapur dulu ya ?”
Hari ini terasa cepat sekali  bagi Aisyah, Jam teddy bear yang ada di meja riasnya sudah menunjukkan pukul tujuh. Adzan Isya’ sudah berkumandang merdu dari setiap corong-corong masjid. Aisyah segera mengambil air wudhu, ditunaikan sholat isya’ dengan khusyu’.
“Ya Allah, kalau memang Imron yang menjadi imamku kenapa selama ini aku merasa engkau memberi pertanda bahwa Aryo yang akan menjadi imamku ? hambaMu  yang lemah ini tak mampu membuka tabir jodohMu ya Allah, mungkin hambuMu ini salah membaca tanda yang kau berikan, lelaki yag ada dalam mimpiku bukan Aryo, tapi Imron. Ya Allah, kalau memang benar Imron yang  jadi pendampingku, buanglah rasa ragu ini, ijinkan hamba menjadi istri yang sholehah buat suami hamba. Amin.”
Tok…tok………
“Sayang, keluarga Imron sudah datang. Kamu cepat keluar ya !” suara Ibunya terdengar dari balik pintu. Setelah itu terdengar langkah yang menjauh
Tiba-tiba saja hati Aisyah berdetak cukup kencang. Perasaan gugup, takut, bingung bercampur menguasai dirinya.
“Ya Allah, berilah hambaMu ini petunjukMu. Kuatkan Aisyah Ya Allah. Jangan biarkan harapan kepada A’ Aryo kembali muncul” Aisyah berdiri dan mematut sebentar di cermin. Menarik nafas panjang dan menghembuskan pelan-pelan. Hatinya sedikit tenang. Setelah merasa cukup, dia berjalan pelan menuju pintu. Dengan lembut ditariknya handle pintu.
“A’ Aryo, maafin Aisyah. Mungkin kita memang tidak berjodoh” batin Aisyah
Setelah menutup kamarnya kembali, dengan langkah yang tegar, Aisyah menuju ke ruang tamu.
“Assalamu’alaikum” sapanya pada orang  yang ada di ruang tamu.
“Wa’alaikum salam”
“Aduh, cantik ya Nak Aisyah ini” puji Mamanya Imron
Aisyah hanya tersenyum. Tapi kayaknya ada yang kurang.....
Matanya diedarkan ke seluruh ruangan, tapi yang dicari tidak ada
“Nyari  Imron ya ?” tebak Papanya Imron membuat wajah Aisyah dipenuhi rona merah.
“Imron sedang menjemput kakaknya. Sebentar lagi juga nyusul kesini” sambung mamanya Imron.
“Ooh.... yang dulu sering kamu ajak kesini itu ya..? sahut Ayah
“Iya, mungkin Aisyah masih ingat ?”
Aisyah mencoba mengingat, yang dia ingat hanya diberi boneka oleh seorang anak teman Ayahnya. Bonekanya juga masih dia simpan. Tapi lupa nama cowok yang memberi boneka.
“Mungkin kamu sudah lupa Aisyah, dulu kamu masih kecil kok” sambung Mama Imron.
“Dia juga mau menikah. Kemarin dia sudah mengutarakan niatnya itu. tapi gadis pilihannya belum dikenalkan kepada kami. Rencana kami ya pernikahan Imron dan kakaknya dijadikan satu. Lha anaknya juga sudah pada besar, sudah pada waktunya” terang Papa Imron
“Iya, nanti biar cepat gedong cucu” sahut Mama Imron sambil tersenyum.
“Iya, kami sekeluarga juga sudah tidak sabar ingin menimang cucu” sahut Ibunya Aisyah ikut bersemangat.
“Ya sudah, mumpung semua bersemangat ingin menggendong cucu, sesuai tujuan kita kesini yaitu melamar Aisyah untuk dijadikan mantu kami, maka sekarang saya tanya, gimana Aisyah kamu bersedia menjadi mantu kami ?” tanya Papa Aisyah.
Aisyah diam. Kebimbangannya kembali muncul. Bayang-bayang wajah Aryo kembali menari-nari di benaknya. Dicobanya untuk diganti dengan bayang-bayang Imron. Sulit. Wajah Aryo masih jelas menari-nari di pikirannya. Ya Allah, kuatkan Aisyah, semoga keputusan yang Aisyah ambil tidak salah. Ditarikanya nafas panjang dan dihembuskannya pelan-pelan….sebuah keputusan telah diambilnya.
“Saya...
Assalamu’alaikum........
“Wa’alaikum salam warohmatullahi wabarokatuh.........
“Masuk Nak Imron.....masuk......”
Aisyah kembali tegang....ditundukkan wajahnya makin dalam.
Ternyata Imron datang bersama kakaknya. Setelah Imron dan Kakaknya duduk, Papa Imron kembali bertanya kepada Aisyah,
“Gimana Aisyah ?”
Semua tatapan tertuju pada Aisyah. Aisyah semakin tegang, tangannya terasa dingin. Ditariknya nafas panjang kemudian dikeluarkan pelan-pelan. Setelah agak tenang. Bismillahhirahmanirohim....diangkat mukanya
“Saya.... A’ Aryo.....” Pekik Aisyah tertahan
“De’ Ai” Aryo kaget.
Seketika air mata Aisyah berjatuhan. Dia sudah tidak kuat lagi menahan perasaannya.  Ingin rasanya Aisyah berlari ke kamar dan menangis sejadi-jadinya. Tapi demi kesopanan, dia tahan keinginannya.
Semua yang hadir di ruang tamu juga kaget. Untung saja Imron masih bisa menguasai dirinya.
“O....jadi ini calonnya to mas. Pa Ma, ini gadis yang waktu itu diceritakan Mas Aryo. Gadis yang ingin dia pinang setelah dia pulang dari Jepang. Kebetulan sekali mas, ini Papa dan Mama sedang melamar gadis ini untuk jadi menantunya, jadi dek Aisyah bisa jadi istrinnya mas Aryo”
Aryo terperanjat. Dia tahu kalau sebenarnya papa dan mama melamar  gadis ini untuk Imron. ”Tapi dek Imron ....”
“Mas pasti mikirin Imron kan, Imron nggak apa-apa, sebenarnya Imron juga  belum niat menikah, masih ingin melanjutkan S2 seperti Mas Aryo. Ayo acara lamarannya diteruskan”
Kata-kata Imron membuyarkan kekagetan yang ada. Orang tua Aisyah kaget bukan main. Setelah keadaan tenang, papa Imron membuka pembicaraan.
“Imron, kamu benar-benar tidak apa-apa kalau kami melamar Aisyah untuk Aryo ?”
“Iya Pa, Mas Aryo dan dek Aisyah eh, Mbak Aisyah sudah lama saling kenal. Sudah lama menjalin hubungan. Tidak sepantasnya saya merusak kebahagiaan mereka. Lagian saya berencana melanjutkan S2 seperti Mas Aryo”
“Sekarang Aisyah, ternyata kamu sudah mengenal anak sulung saya, saya disini melamar kamu untuk anak sulung saya. Bagaimana Aisyah, kamu menerimanya”
Sepercik rasa bahagia menyebar diseluruh bagian jiwa Aisyah. Membuat wajahnya yang sembab oleh air mata terlihat memerah menahan malu. Dengan senyum dan anggukan kecil dia menjawab lamaran Aryo.
Rembang, 22 September 2008
Special to my prend
“Menikah itu indah loh…”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar