
Di tempat yang berbeda, seorang gadis duduk sambil
memegang handphonenya. Membaca sebuah pesan yang barus aja masuk. Terlihat
tetesan air matanya. Hatinya gundah. Antara kecintaannya pada seorang pemuda
atau baktinya pada orang tua.
Masih terpampang jelas dalam ingatannya, ketika Ayah dan
ibunya menghadirkan sosok pemuda dihadapannya.
“Ai, ini Nak Imron, putra
sahabat ayah waktu SMA dulu”
Singkat perkenalan itu, tapi setelah itu Ayah dan ibunya
seolah kompak selalu menghadirkan Imron di rumah walau hanya untuk sekedar
makan malam. Awalnya Aisyah mengira itu hanya untuk mempererat tali silaturahmi
antar keluarga. Tapi lama kelamaan Aisyah ngeh
juga, kalau sebenarnya itu adalah skenario untuk perjodohannya.
Andai Aisyah belum merajut harapan bersama Aryo, mungkin
dia akan lebih bisa menerima kehadiran Imron. Pemuda itu juga kelihatannya sholeh, wajahnya juga tidak bisa
dibilang jelek. Tapi sejak SMS nyasar setahun yang lalu, hati Aisyah sudah
bersama Aryo.
Assalamu’alaikum, Jangan
lupa sholatnya ya dek, trus berdoa, A’ Aryo jangan lupa didoain juga ya Handphone Aisyah bergetar tanda SMS masuk. Dari nomor yang tak
dikenal. Tapi karena ajakan baik, maka dibalasnya.
Ini dari siapa y ?
tapi makasih telah mengingatkan
Eh, maaf, salah
sambung, saya mau kirim buat adek saya. Perkenalkan saya Aryo, kalau
boleh tahu ini siapa ya?
Sejak itulah akhirnya Aisyah dekat dengan Aryo. Walaupun
belum pernah bertemu secara langsung tapi antara keduanya sudah klik. Berlanjut
saling kirim SMS, telpon sampai kirim foto. Sampai akhirnya Aisyah meminta Aryo
segera mengukuhkan hubungan dengan menikah atau bertunangan karena di rumah
ayah dan ibunya sudah mulai membicarakan masalah pernikahan. Aryo yang masih
menyelesaikan S2 nya berjanji setelah skripsi dia dan keluarganya akan segera
melamar Aisyah. Tapi sebelum Aryo datang melamar Ai, ayah dan ibunya menghadirkan Imron untuk
Aisyah yang dikira tidak punya kenalan seorang pemuda.
“Ai, kurang apalagi nak Imron, sudah ganteng soleh pula. Bibit, bebet dan
bobotnya juga baik” kata ibunya
saat mereka sekeluarga makan malam.
“Ayah juga sudah kenal baik sama keluarganya” sambung
ayahnya
Aisyah hanya diam membisu.
“Kamu mau sampai kapan melajang terus ? umur kamu sudah mencukupi
untuk menikah sayang, tidak inginkah kamu mengikuti sunnah Rasul ?” lanjut
ibunya lagi
Aisyah nampak gelisah, ada sesuatu yang ingin ia
katakan, tapi terasa tertahan
“Apa kamu sudah mempunyai calon
lain ?”
Inilah pertanyaan yang Aisyah tunggu. Ini kesempatannya
untuk menjelaskan kepada ayah dan ibunya tentang Aryo. Aisyah tak mau
menyia-nyiakannya
“Ayah, Ibu. Sebenarnya Ai sudah punya pilihan” mulai
Aisyah pelan
“Siapa ?” berbarengan ayah dan ibu bertanya
“Pemuda yang Aisyah sendiri belum pernah ketemu, tapi
Aisyah sudah sangat mengenalnya” lanjut Aisyah
“Aisyah, kalau kamu belum pernah melihat orangnya,
bagaimana kamu bisa mengenalnya ?” tanya Ayah
Aisyah mulai menceritakan perihal Aryo dari awal sampai
akhir, dari penyebab mereka kenalan sampai mereka yang saling berjanji untuk
menanti.
“Dia anak mana, siapa orang tuanya ?” tanya ayah, ada
kata tidak setuju dalam nadanya.
Aisyah diam. Telinganya bisa menangkap nada tidak senang
dalam suara ayah. Harus pintar-pintar menjawab agar ayahnya tidak berburuk
sangka.
“Dia anak Jakarta juga ayah, walau
Ai tidak tahu siapa orang tuanya, tapi dia anak yang baik”
“Halah !! siapa tahu dia pembohong, kamu kan hanya kenal lewat
SMS” Ayah menyahut dengan suara tinggi.
Tak biasanya ayah begini.
“Ayah, jangan marah dulu, mungkin Ai benar” sahut ibunya
“Mau ditaruh dimana muka Ayah, bu ? kalau sampai Ai
tidak mau sama Imron tapi dapatnya anak tak ada jati dirinya. Pemuda amburadul
!! Pokoknya besok setelah lebaran kamu menikah dengan imron !! Titik !!” sahut
ayah berang
Aisyah hanya mampu menangis. Tak menyangka reaksi ayah sedemikian
hebat.
“Sudah Aisyah, kamu masuk kamar dulu sana, biar ibu yang bicara sama ayah” suruh
ibunya.
Aisyah hanya menurut saja. Di dalam kamarnya ditumpahkan semua beban di hatinya. Ya
Allah, kalau benar Aryo adalah adalah imamku, permudahkanlah jalan kami untuk
bersatu. Namun jika Imronlah yang engkau ciptakan untuk menjadi imamku, buat aku
dan Aryo menerima semua ini dengan ikhlas.Amin.
“Tok..tok..., buka sayang, ini ibu” terdengar suara
dibalik pintu kamarnya. Aisyah bangkit dan
membuka pintu.
“Sayang, menurutlah sama Ayah, menikahlah dengan Imron.
Ayah sudah terlanjur bilang sama orangtua Imron kalau mau besanan” bujuk ibunya
“Tapi bu…..”
“Ibu tahu Nak Aryo pasti
juga pemuda yang baik, tapi kita lebih tahu bibit, bebet dan bobotnya
Nak Imron. Kami sebagai orangtua masih punya tanggungjawab dengan masa depanmu.
Percayalah, Ayah dan Ibu tak akan salah memilih buat kamu” bujuk ibunya lagi.
“Tapi Bu, kasihlah kesempatan buat Aryo”
“Ya sudah, jangan sedih lagi, nanti ibu bicara sama Ayah”
****
“Tidak !! Kita tidak tahu asal usulnya Bu” sahut Ayah
ketika ibu menyampaikan keinginan Aisyah. “Kita punya tanggung jawab dengan
masa depan Asiyah bu, anak kita satu-satunya. Nanti kalau Aryo tidak
bertanggung jawab dengan Aisyah, siapa
yang akan disalahkan, siapa yang akan rugi ?”
“Iya Yah, tapi biarkan anak kita memilih, dia sudah
dewasa. Setidaknya kita bisa mengajarkan tanggungjawab
atas pilihannya”
“Ya sudah, seminggu setelah lebaran, keluarga Imron
datang melamar, kalau Aryo datang sebelum hari itu dan menunjukkan pemuda yang
pantas buat Aisyah, kita terima dia”
*****
Ada sebersit harapan di hati Aisyah saat ibunya menyampaikan keputusan ayah.
Segera berita bahagia itu disampaikan kepada Aryo. Tapi Aryo tidak bisa pulang
sebelum hari itu, hari dimana keluarga Imron datang melamar. Dia baru terbang
dari Jepang seminggu setelah lebaran,
setelah semua urusannya selesai.
Lamunan Aisyah buyar, handphone yang digenggamnya
kembali bergetar,
De’, A' Aryo minta
maaf kalau buat De’ Ai sedih. Tapi Aa’ sudah berusaha, dan paling cepat Aa’
pulang seminggu setelah lebaran. A’ Aryo janji nanti lansung menuju rumah adek
begitu sampai Indonesia. Ayah ibu A Aryo sudah
menyetujui
Aisyah bingung. Dia takut kalau dihari itu keluarga
Imron sudah datang. Tapi dia yakin Allah tahu yang terbaik buat hamba-hambaNya.
Terserah A’ Aryo
aja, tapi nanti jika keluarga pemuda itu datang duluan, jangan salahkan Ai kalau tidak
bisa berbuat apa-apa balas Ai
Yakinlah De’,
Allah tahu yang terbaik untuk kita. Nanti jika pemuda itu datang duluan mungkin
kita tidak berjodoh. Setidaknya kita sudah berusaha De’, apa hasil dari usaha
kita itu rahasia Allah.
****
Hari yang ditentukan sudah tiba. Sejak beberapa hari
terakhir ini Aryo tidak kirim pesan apapun. Hal itu semakin membuat Aisyah
bimbang. Di dalam kamarnya dibulatkan tekadnya untuk menerima Imron. Mungkin
benar, Aryo bukan jodohnya. Aisyah mulai
mencari kebaikan-kebaikan Imron untuk membangkitkan simpatinya.
Hari sudah menjelang sore, keluarga Aisyah mempersiapkan
segala sesuatu untuk tamu yang akan datang. Tentunya saja untuk menyambut
keluarga Imron.
“Gimana Ai, Aryo kamu datang tidak ?” tanya ibunya
“Mungkin tidak bu, sudah tiga hari ini A’ Aryo tidak
pernah kirim pesan apa-apa” sahut Ai sambil cemberut memeluk guling
“Ya sudah, mungkin Aryo bukan jodoh kamu. Sudah kamu
mandi sana, bantu-bantu
ibu di dapur” kata ibunya sambil keluar dari kamar
“Bu....” panggil Aisyah
Ibunya membalikkan badan ”Ada apa sayang ?”
“Jam berapa keluarga Imron
kesini Bu ?”
“Abis Isya’, mungkin setengah delapan, ada yang
ditanyain lagi ?”
Aisyah hanya menggeleng
“Ya sudah, Ibu ke dapur dulu ya ?”
Hari ini terasa cepat sekali bagi Aisyah, Jam teddy bear yang ada di meja
riasnya sudah menunjukkan pukul tujuh. Adzan Isya’ sudah berkumandang merdu
dari setiap corong-corong masjid. Aisyah segera mengambil air wudhu, ditunaikan
sholat isya’ dengan khusyu’.
“Ya Allah, kalau memang Imron yang menjadi imamku kenapa
selama ini aku merasa engkau memberi pertanda bahwa Aryo yang akan menjadi
imamku ? hambaMu yang lemah ini tak
mampu membuka tabir jodohMu ya Allah, mungkin hambuMu ini salah membaca tanda
yang kau berikan, lelaki yag ada dalam mimpiku bukan Aryo, tapi Imron. Ya
Allah, kalau memang benar Imron yang
jadi pendampingku, buanglah rasa ragu ini, ijinkan hamba menjadi istri
yang sholehah buat suami hamba. Amin.”
Tok…tok………
“Sayang, keluarga Imron sudah datang. Kamu cepat keluar
ya !” suara Ibunya terdengar dari balik pintu. Setelah itu terdengar langkah
yang menjauh
Tiba-tiba saja hati Aisyah berdetak cukup kencang. Perasaan
gugup, takut, bingung bercampur menguasai dirinya.
“Ya Allah, berilah hambaMu ini petunjukMu. Kuatkan
Aisyah Ya Allah. Jangan biarkan harapan kepada A’ Aryo kembali muncul” Aisyah
berdiri dan mematut sebentar di cermin. Menarik nafas panjang dan menghembuskan
pelan-pelan. Hatinya sedikit tenang. Setelah merasa cukup, dia berjalan pelan
menuju pintu. Dengan lembut ditariknya handle pintu.
“A’ Aryo, maafin Aisyah. Mungkin kita memang tidak
berjodoh” batin Aisyah
Setelah menutup kamarnya kembali, dengan langkah yang
tegar, Aisyah menuju ke ruang tamu.
“Assalamu’alaikum” sapanya
pada orang yang ada di ruang tamu.
“Wa’alaikum salam”
“Aduh, cantik ya Nak Aisyah
ini” puji Mamanya Imron
Aisyah hanya tersenyum. Tapi
kayaknya ada yang kurang.....
Matanya diedarkan ke seluruh ruangan, tapi yang dicari
tidak ada
“Nyari Imron ya
?” tebak Papanya Imron membuat wajah Aisyah dipenuhi rona merah.
“Imron sedang menjemput kakaknya. Sebentar lagi juga
nyusul kesini” sambung mamanya Imron.
“Ooh.... yang dulu sering kamu ajak kesini itu ya..?
sahut Ayah
“Iya, mungkin Aisyah masih
ingat ?”
Aisyah mencoba mengingat, yang dia ingat hanya diberi boneka
oleh seorang anak teman Ayahnya. Bonekanya juga masih dia simpan. Tapi lupa
nama cowok yang memberi boneka.
“Mungkin kamu sudah lupa Aisyah, dulu kamu masih kecil
kok” sambung Mama Imron.
“Dia juga mau menikah. Kemarin dia sudah mengutarakan
niatnya itu. tapi gadis pilihannya belum dikenalkan kepada kami. Rencana kami
ya pernikahan Imron dan kakaknya dijadikan satu. Lha anaknya juga sudah pada
besar, sudah pada waktunya” terang Papa Imron
“Iya, nanti biar cepat gedong cucu” sahut Mama Imron
sambil tersenyum.
“Iya, kami sekeluarga juga sudah tidak sabar ingin
menimang cucu” sahut Ibunya Aisyah ikut bersemangat.
“Ya sudah, mumpung semua bersemangat ingin menggendong
cucu, sesuai tujuan kita kesini yaitu melamar Aisyah untuk dijadikan mantu kami,
maka sekarang saya tanya, gimana Aisyah kamu bersedia menjadi mantu kami ?”
tanya Papa Aisyah.
Aisyah diam. Kebimbangannya kembali muncul.
Bayang-bayang wajah Aryo kembali menari-nari di benaknya. Dicobanya untuk
diganti dengan bayang-bayang Imron. Sulit. Wajah Aryo masih jelas menari-nari di
pikirannya. Ya Allah, kuatkan Aisyah, semoga keputusan yang Aisyah ambil tidak
salah. Ditarikanya nafas panjang dan dihembuskannya pelan-pelan….sebuah
keputusan telah diambilnya.
“Saya...
Assalamu’alaikum........
“Wa’alaikum salam warohmatullahi wabarokatuh.........
“Masuk Nak Imron.....masuk......”
Aisyah kembali tegang....ditundukkan wajahnya makin
dalam.
Ternyata Imron datang bersama kakaknya. Setelah Imron
dan Kakaknya duduk, Papa Imron kembali bertanya kepada Aisyah,
“Gimana Aisyah ?”
Semua tatapan tertuju pada Aisyah. Aisyah semakin
tegang, tangannya terasa dingin. Ditariknya nafas panjang kemudian dikeluarkan
pelan-pelan. Setelah agak tenang. Bismillahhirahmanirohim....diangkat mukanya
“Saya.... A’ Aryo.....” Pekik Aisyah tertahan
“De’ Ai” Aryo kaget.
Seketika air mata Aisyah berjatuhan. Dia sudah tidak
kuat lagi menahan perasaannya. Ingin
rasanya Aisyah berlari ke kamar dan menangis sejadi-jadinya. Tapi demi
kesopanan, dia tahan keinginannya.
Semua yang hadir di ruang tamu juga kaget. Untung saja
Imron masih bisa menguasai dirinya.
“O....jadi ini calonnya to mas. Pa Ma, ini gadis yang
waktu itu diceritakan Mas Aryo. Gadis yang ingin dia pinang setelah dia pulang
dari Jepang. Kebetulan sekali mas, ini Papa dan Mama sedang melamar gadis ini
untuk jadi menantunya, jadi dek Aisyah bisa jadi istrinnya mas Aryo”
Aryo terperanjat. Dia tahu kalau sebenarnya papa dan
mama melamar gadis ini untuk Imron.
”Tapi dek Imron ....”
“Mas pasti mikirin Imron kan,
Imron nggak apa-apa, sebenarnya Imron juga
belum niat menikah, masih ingin melanjutkan S2 seperti Mas Aryo. Ayo acara lamarannya diteruskan”
Kata-kata Imron membuyarkan kekagetan yang ada. Orang
tua Aisyah kaget bukan main. Setelah keadaan tenang, papa Imron membuka
pembicaraan.
“Imron, kamu benar-benar tidak
apa-apa kalau kami melamar Aisyah untuk Aryo ?”
“Iya Pa, Mas Aryo dan dek
Aisyah eh, Mbak Aisyah sudah lama saling kenal. Sudah
lama menjalin hubungan. Tidak sepantasnya saya merusak kebahagiaan mereka.
Lagian saya berencana melanjutkan S2 seperti Mas Aryo”
“Sekarang Aisyah, ternyata kamu sudah mengenal anak
sulung saya, saya disini melamar kamu untuk anak sulung saya. Bagaimana Aisyah,
kamu menerimanya”
Sepercik rasa bahagia menyebar diseluruh bagian jiwa
Aisyah. Membuat wajahnya yang sembab oleh air mata terlihat memerah menahan
malu. Dengan senyum dan anggukan kecil dia menjawab lamaran Aryo.
Rembang, 22 September 2008
Special to my prend
“Menikah itu indah loh…”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar